Selasa, 03 Maret 2009

Kalbar Kembali Jadi Anak Tiri Kebijakan Pusat

PONTIANAK--Kalimantan Barat kembali menjadi anak tiri kebijakan pusat. Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong tetap tidak menjadi pintu masuk impor.
Peraturan Menteri Perdagangan (permedag) terbaru hanya menambah pelabuhan laut Dumai, Kepulauan Riau, melengkapi lima pelabuhan udara dan laut lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebelumnya.”Permendag 60 tahun 2008 tentang perubahan atas permendag nomor 56 menetapkan Dumai dan Kepri jadi salah satu pintu masuk impor. Kenapa kita selalu dianaktirikan,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pedagang Perbatasan Indonesia HR Thalib HS kepada Pontianak Post kemarin (2/3).

Pihaknya beserta muspida plus (termasuk di dalamnya DPRD Sanggau) juga telah mendesak pemerintah pusat, untuk menetapkan Entikong sebagai pelabuhan darat internasional untuk pintu masuk impor lima produk yang diatur dalam permendag, terutama makanan dan minuman (Mamin). Pada 25 Februari lalu, AP3I bersama pemerintah terkait dari Kabupaten Sanggau, muspida, dan Pemprov Kalbar, DPRD Kabupaten Sanggau dan Komisi B DPRD Kalbar termasuk Wakil Bupati Sanggau Paolus Hadi bertandang ke Kementerian Perdagangan di Jakarta. Mereka diterima oleh Direktur Impor Departemen Perdagangan dan Direktur Bilateral Perdagangan Luar Negeri. Di sana, mereka melakukan ekspos mengenai dampak ditutupnya keran impor bagi warga sekitar perbatasan khususnya dan masyarakat Kalbar umumnya, mengenai pemberlakuan permendag tersebut.

”Kita tetap mendesak pemerintah membuka keran impor melalui Entikong. Khususnya, untuk produk mamin di mana industri terbesarnya berada di Pulau Jawa, sementara karena kendala alam biasanya stok selalu kosong dan mengandalkan pasokan dari Malaysia,” kata Thalib. Menurutnya, dari pertemuan tersebut diketahui bahwa perdagangan lintas batas yang mengacu pada border treads agreement sebesar 600 RM untuk pelintas batas juga sah, untuk perdagangan dengan melewati proses kepabenanan Bea Cukai. ”Selama ini kan persepsinya berbeda. Selama ini kita menganggap border treads itu hanya untuk batas lini 1 dan 2, untuk kehidupan sehari-hari. Ternyata boleh juga untuk berdagang. Kita minta agar mereka kirim surat dan sosialisasi kepada instansi terkait supaya jelas persoalannya,” katanya.

Secara teknis saat ini, kata Thalib, Bea Cukai sudah menerapkan hal itu di mana jika pelintas masuk membawa lebih dari 600 ringgit, maka sisanya harus melewati proses kepabenanan. Akan tetapi untuk kepastian yang berkelanjutan, pihaknya tetap mendesak agar menteri perdagangan juga menatapkan Entikong sebagai pintu masuk impor sama seperti enam pelabuhan lainnya. ”Kita perlu penegasan itu. Jangan terlalu lama. Permendag 60 telah dikeluarkan, mudah-mudahan permendag 61 untuk Kalbar dikeluarkan dalam waktu dekat,” katanya. (zan)

sumber: www.pontianakpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar