Kamis, 19 Februari 2009

HARGA CPO MULAI BERGERAK NAIK

JAKARTA. Para pekebun kelapa sawit mulai bisa tersenyum. Pekan lalu, harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) terus mendaki. Jumat (6/2), harga kontrak CPO untuk pengiriman April 2009 di Bursa Berjangka Malaysia sudah kembali berada di level US$ 522,73 per ton.
Memang, ini masih di bawah harga tertinggi tahun ini sebesar US$ 566,21 yang tercapai 7 Januari lalu. Tapi, jika hanya melihat seminggu terakhir, harga CPO telah naik 5,7%.
Harga merangkak naik bukan lantaran pasokan CPO mulai minim. Kali ini, kekeringan di Brazil dan Argentina jadi pendongkrak harga CPO.
Brazil dan Argentina adalah produsen kedelai utama dunia. Produk kedelai ini menjadi bahan baku minyak kedelai (soybean). Gara-gara kekeringan yang berkepanjangan, Kamis (5/2), Brazil menurunkan target produksi kedelai tahun ini jadi 57,2 juta ton, dari 60 juta ton di 2008. Argentina juga memperkirakan panen kedelai berkurang 25%.
Nah, karena pasokan minyak kedelai menipis, sebagian mengamat menduga, permintaan CPO yang menjadi substitusinya akan meningkat. Lagi pula, harga minyak sawit lebih murah, sehingga lebih cocok di kantong di saat krisis.
Namun, Vice President Research Valbury Asia Futures, Nico Omer Jonckheere melihat, harga CPO akan naik pelan dan paling pol hanya mencapai US$ 550-US$ 600 per ton. Sebab, suplai CPO masih melimpah. "Ada kelebihan suplai satu juta hingga 1,5 juta ton di Indonesia dan Malaysia," tambah Nico, kemarin (8/2).
Pengamat sawit Rosediana Suharto juga meramal, harga CPO tetap tak akan sebagus 2008. Sebab, permintaan CPO tidak akan berubah banyak, bahkan sedikit merosot dibanding tahun lalu.
Harga minyak goreng
Namun, konsumen minyak goreng tetap harus mencermati tren kenaikan harga CPO ini. Sebab, alih-alih semakin murah, harga minyak goreng justru terancam naik lagi.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) bilang, harga minyak goreng biasanya naik mengikuti kenaikan harga CPO. "Tapi tak langsung. Kalau CPO naik Maret, minyak goreng baru naik April," ujarnya.
Hitungannya, kalau harga CPO naik 10%, harga minyak goreng naik 6%. "Karena, 85% harga minyak goreng berasal dari harga CPO," jelasnya.

Sumber: www.kontan.co.id

PAJAK EKSPOR CPO TURUN, EKSPOR TERDONGKRAK

JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk menurunkan Pajak Ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) membuahkan hasil. Dalam dua bulan ini, stok CPO milik pengusaha berkurang dari 2 juta ton menjadi 1,6 juta ton. Artinya, terjadi penyerapan kembali untuk produk CPO di pasar ekspor sekitar 400.000 ton sejak November hingga Desember 2008.

Pengusaha mengaku kebijakan PE 0% menstimulasi mereka untuk kembali mengekspor produknya. Sebelumnya, ekspor CPO melesu karena beberapa faktor. Mulai dari anjloknya harga CPO di pasar internasional hingga turunnya permintaan dari beberapa negara. "Ini adalah hal positif, di mana tadinya stok kami sempat 2 juta ton turun jadi 1,6 juta hampir mendekati angka normal stok CPO," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan, Selasa (16/12).

Sebelumnya, pemerintah mengumumkan paket kebijakan stabilitas ekonomi yang salah satunya adalah menurunkan PE CPO menjadi 0%. kebijakan ini efektif berlaku per 1 November 2008. Pemerintah selanjutnya memperpanjang kebijakan pada bulan Desember, PE CPO kembali 0%. Namun, untuk tahun depan pemerintah bermaksud mengganti PE CPO menjadi Bea Keluar, dengan besaran yang hingga ini masih belum terungkap.

Tak hanya stok yang berkurang, volume ekspor CPO juga bakal tergenjot naik setidaknya pada November dan Desember 2008 ini. Namun, Akmaludin tak menyebut pasti kisaran kenaikan ekspor itu. Yang pasti, penurunan PE mendorong pengusaha meningkatkan kinerja ekspor CPO-nya.

Sumber: www.kontan.co.id

TENANG, PERMINTAAN CPO PULIH 2009

JAKARTA. Keterpurukan pembelian dan harga komoditi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) bakal tak berlangsung lama. Harga maupun permintaan CPO diperkirakan membaik pada pertengahan 2009. Sifat CPO sebagai minyak nabati terbaik dibandingkan komoditi lain sejenis adalah salah satu penyebabnya.

Selain itu, harga dan penjualan CPO dari petani dan produsen bakal terdongkrak dengan program mandatory bahan bakar nabati (BBN) yang pemerintah laksanakan mulai 2009. Karena itu, pemerintah meminta produsen dan petani CPO tetap bertahan setidaknya dalam kurun waktu empat sampai enam bulan ke depan.

"Jadi demand pasti akan kembali naik tetapi produsen harus mempunyai daya tahan empat hingga enam bulan ke depan," ujar Deputi Menko perekonomian Bidang Pertanian dan Perikanan Bayu Krisnamurthi, Rabu (26/11).

Program mandatory bahan bakar nabati (BBN) yang pemerintah luncurkan ikut mendorong membaiknya kondisi pasar CPO. Sebab, pada 2009, penyerapan CPO untuk BBN ditargetkan mencapai 2,5 juta ton. Penyerapan ini membantu sebagai bentuk pengalihan pasar ekspor yang sedang lesu.

Sumber: www.kontan.co.id

HARGA MSH MISTERIUS, CPO 2009 TETAP TUMBUH

KENDATI HARGANYA MASIH MISTERIUS, EKSPOR CPO 2009 TETAP TUMBUH

JAKARTA. Menteri Perdagangan Mari Pangeestu mengatakan, pasar ekspor CPO tahun depan akan tetap tumbuh meskipun melandai. "Volume masih bisa stabil atau sedikit pertumbuhannya, namun harga yang masih menjadi tanda tanya," katanya di Istana Negara, Kamis (4/12).

Ia menegaskan, tahun ini harga CPO terbilang tinggi, rata-ratanya mencapai US$ 700 atau naik sekitar US$ 70 dibanding tahun lalu yang sebesar US$ 630. Saat ini harga CPO kembali menyentuh rata-rata harga pada tahun 2006, atau sekitar US$ 500. "Tahun depan berapa rata-ratanya, masih belum kita ketahui. Tapi pasti lebih rendah dari tahun ini," ucapnya.

Kendati tetap optimis ekspor CPO masih tetap tumbuh, namun Mari mengatakan pemerintah akan tetap mencari pasar ekspor yang baru di luar Amerika Serikat dan Eropa. Sejumlah negara yang akan dilirik untuk menjadi destinasi ekpor CPO Indonesia antara lain India, China, Rusia dan Timur Tengah.

Sumber: www.kontan.co.id